Wilayah
Madiun sekitar tertutup abu vulkanik Kelud
Madiun (ANTARA News) - Wilayah
Madiun dan sekitarnya yang meliputi Kabupaten Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan
Pacitan, tertutup abu vulkanik akibat letusan Gunung Kelud yang berada di
Kediri, Jawa Timur.
"Seluruh wilayah eks-Keresidenan Madiun terdampak abu vulkanik akibat erupsi Gunung Kelud, bahkan Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan bahwa status Jawa Timur darurat Gunung Kelud," ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Madiun, Agus Subianto, Jumat.
Menurut dia, hujan abu vulkanik mulai terjadi pada Jumat dini hari setelah Gunung Kelud meletus. Hingga pagi sekitar pukul 09.00 WIB, hujan abu vulkanik masih terjadi.
Ketebalan abu vulkanik di wilayah Madiun dan sekitarnya berkisar antara 5 hingga 10 sentimeter. Kondisi tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan kelancaran lalu lintas.
Untuk itu, pihak BPBD dibantu petugas terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Satuan Polisi Pamong Praja, dan kepolisian setempat masih melakukan pemantauan di lapangan. Selain memantau, BPBD juga mengimbau warga untuk mengenakan topi, masker, ataupun kaca mata jika keluar rumah.
"Jarak pandang hanya lima hingga 10 meter. Hal itu akibat debu vulkanik beterbangan karena terkena laju kendaraan dan sangat mengganggu lalu lintas juga kesehatan. Warga diminta berhati-hati," kata dia.
Pihaknya memperkirakan dampak dari hujan abu vulkanik Kelud masih akan terjadi hingga beberapa hari ke depan. Hal tersebut dapat berkurang jika hujan turun di kawasan Madiun dan sekitarnya.
Sementara, pantauan di lapangan, lalu lintas di Kota Madiun terlihat lumpuh. Aktivitas warga juga terganggu. Sekolah-sekolah juga terpaksa diliburkan dan sejumlah toko terlihat tutup.
"Hari ini terpaksa sekolah libur. Kasihan anak-anak didik tidak dapat berkegiatan dengan baik akibat udara tertutup abu Gunung Kelud," ujar seorang guru SDK Santo Yusuf yang berada di Jalan Diponegoro Kota Madiun, Feri Andrika.
Seperti diketahui berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Gunung Kelud di Kediri mengalami erupsi atau meletus pada Kamis (13/2) malam sekitar pukul 22.50 WIB. Gunung Kelud meletus setelah beberapa jam sebelumnya dinaikkan statusnya dari Siaga (Level III), menjadi Awas (Level IV).
"Seluruh wilayah eks-Keresidenan Madiun terdampak abu vulkanik akibat erupsi Gunung Kelud, bahkan Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan bahwa status Jawa Timur darurat Gunung Kelud," ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Madiun, Agus Subianto, Jumat.
Menurut dia, hujan abu vulkanik mulai terjadi pada Jumat dini hari setelah Gunung Kelud meletus. Hingga pagi sekitar pukul 09.00 WIB, hujan abu vulkanik masih terjadi.
Ketebalan abu vulkanik di wilayah Madiun dan sekitarnya berkisar antara 5 hingga 10 sentimeter. Kondisi tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan kelancaran lalu lintas.
Untuk itu, pihak BPBD dibantu petugas terkait seperti Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), Satuan Polisi Pamong Praja, dan kepolisian setempat masih melakukan pemantauan di lapangan. Selain memantau, BPBD juga mengimbau warga untuk mengenakan topi, masker, ataupun kaca mata jika keluar rumah.
"Jarak pandang hanya lima hingga 10 meter. Hal itu akibat debu vulkanik beterbangan karena terkena laju kendaraan dan sangat mengganggu lalu lintas juga kesehatan. Warga diminta berhati-hati," kata dia.
Pihaknya memperkirakan dampak dari hujan abu vulkanik Kelud masih akan terjadi hingga beberapa hari ke depan. Hal tersebut dapat berkurang jika hujan turun di kawasan Madiun dan sekitarnya.
Sementara, pantauan di lapangan, lalu lintas di Kota Madiun terlihat lumpuh. Aktivitas warga juga terganggu. Sekolah-sekolah juga terpaksa diliburkan dan sejumlah toko terlihat tutup.
"Hari ini terpaksa sekolah libur. Kasihan anak-anak didik tidak dapat berkegiatan dengan baik akibat udara tertutup abu Gunung Kelud," ujar seorang guru SDK Santo Yusuf yang berada di Jalan Diponegoro Kota Madiun, Feri Andrika.
Seperti diketahui berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Gunung Kelud di Kediri mengalami erupsi atau meletus pada Kamis (13/2) malam sekitar pukul 22.50 WIB. Gunung Kelud meletus setelah beberapa jam sebelumnya dinaikkan statusnya dari Siaga (Level III), menjadi Awas (Level IV).
Efek Buruk Debu Vulkanik Baru Terlihat Setelah Dua Minggu
Helmi Ade Saputra - Okezone
Selasa, 18 Februari 2014 17:06 wib
Dampak abu vulkanik (Foto: ANT/Trial)
DEBU vulkanik yang
menyebar luas akibat erupsi dari Gunung Kelud bisa secara langsung menyebabkan
gangguan kesehatan pada mata, kulit serta saluran pernapasan. Khusus untuk
saluran pernapasan, dampak kesehatan tersebut baru terlihat beberapa waktu
kemudian.
Dr.dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH,MMB dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM mengatakan bahwa bila debu vulkanik sudah terpapar pada tubuh, maka saat itu pula tubuh sedang berusaha mengeluarkannya dari dalam tubuh. Oleh sebab itu, saat ini para tenaga kesehatan masih menunggu dampak debu vulkanik terhadap gangguan pernapasan.
“Efek akibat debu yang terhirup bisa muncul dua minggu setelah debu tersebut bertahan dalam sistem pernapasan seseorang. Kalau secara medis kita masih harus menunggu satu sampai dua minggu lagi untuk infeksi pernapasan bawah (pneumonia), sedangkan kalau ISPA bisa lebih cepat,”ujarnya pada Konferensi Pers PAPDI "Efek Debu Letusan Gunung Berapi Terhadap Kesehatan" di Kantor PB PAPDI, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2014).
Lebih lanjut, Dr. Ari menjelaskan bila sebenarnya debu merupakan zat asing bagi tubuh dan ketika terhirup, maka tubuh berusaha menetralisirnya. Jika tidak berhasil dinetralisir, hal ini bisa mengakibatkan infeksi pernapasan.
“Debu itu masuk ke saluran pernapasan, sebelum masuk ke paru-paru akan tersaring terlebih dahulu. Tetapi, kalau debu yang terhirup terlalu banyak atau terlalu kecil bisa akan lolos, maka dapat menjadi pneumonia,”jelasnya
Sementara, menurut Dr. Ari para dokter harus mengantisipasi hal ini, seperti kemungkinan akan radang paru-paru karena terpapar debu vulkanik. Untuk menghindari debu vulkanik, korban erupsi Kelud dapat menggunakan masker jenis N95.
Dr.dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH,MMB dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM mengatakan bahwa bila debu vulkanik sudah terpapar pada tubuh, maka saat itu pula tubuh sedang berusaha mengeluarkannya dari dalam tubuh. Oleh sebab itu, saat ini para tenaga kesehatan masih menunggu dampak debu vulkanik terhadap gangguan pernapasan.
“Efek akibat debu yang terhirup bisa muncul dua minggu setelah debu tersebut bertahan dalam sistem pernapasan seseorang. Kalau secara medis kita masih harus menunggu satu sampai dua minggu lagi untuk infeksi pernapasan bawah (pneumonia), sedangkan kalau ISPA bisa lebih cepat,”ujarnya pada Konferensi Pers PAPDI "Efek Debu Letusan Gunung Berapi Terhadap Kesehatan" di Kantor PB PAPDI, Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2014).
Lebih lanjut, Dr. Ari menjelaskan bila sebenarnya debu merupakan zat asing bagi tubuh dan ketika terhirup, maka tubuh berusaha menetralisirnya. Jika tidak berhasil dinetralisir, hal ini bisa mengakibatkan infeksi pernapasan.
“Debu itu masuk ke saluran pernapasan, sebelum masuk ke paru-paru akan tersaring terlebih dahulu. Tetapi, kalau debu yang terhirup terlalu banyak atau terlalu kecil bisa akan lolos, maka dapat menjadi pneumonia,”jelasnya
Sementara, menurut Dr. Ari para dokter harus mengantisipasi hal ini, seperti kemungkinan akan radang paru-paru karena terpapar debu vulkanik. Untuk menghindari debu vulkanik, korban erupsi Kelud dapat menggunakan masker jenis N95.
Jumat,
14/02/2014 18:52 WIB
Abu Vulkanik Gunung Kelud
Sampai Juga di Sukabumi
Ahmad Toriq - detikNews
Alif/pasangmata.com
Jakarta - Abu vulkanik Gunung Kelud
mengembara jauh. Abu yang tersusun dari kristal silika ini ternyata sampai ke
Sukabumi, Jawa Barat.
"Di Sukabumi kita nyadar pas lihat jok motor ada debu beda dengan debu biasa, seperti yang di televisi," kata warga Sukabumi bernama Erwin yang memberi informasi lewat pasangmata.com, Jumat (14/2/2014).
Erwin menuturkan dia mendapati debu vulkanik di atas jok motornya sekitar pukul 16.00 WIB. Saat itu dia hendak pulang kerja dari kantornya yang terletak di Jl Jenderal Sudirman, Warudoyong, Sukabumi.
Debu itu tak hanya ada di motornya, tapi juga motor rekan-rekan kantornya. Setelah dicocokkan dengan informasi bahwa Bandung juga terguyur hujan abu vulkanik, Erwin yakin debu itu merupakan abu vulkanik Gunung Kelud.
"Kalau hujan abu intensitasnya sih rendah, hampir nggak kelihatan, tapi kita nyadarnya setelah lihat jok motor itu," ujarnya.
"Terus saya lihat berita di Bandung juga sudah ada abu vulkanik. Jarak sini dengan Bandung kan dekat," imbuhnya.
"Di Sukabumi kita nyadar pas lihat jok motor ada debu beda dengan debu biasa, seperti yang di televisi," kata warga Sukabumi bernama Erwin yang memberi informasi lewat pasangmata.com, Jumat (14/2/2014).
Erwin menuturkan dia mendapati debu vulkanik di atas jok motornya sekitar pukul 16.00 WIB. Saat itu dia hendak pulang kerja dari kantornya yang terletak di Jl Jenderal Sudirman, Warudoyong, Sukabumi.
Debu itu tak hanya ada di motornya, tapi juga motor rekan-rekan kantornya. Setelah dicocokkan dengan informasi bahwa Bandung juga terguyur hujan abu vulkanik, Erwin yakin debu itu merupakan abu vulkanik Gunung Kelud.
"Kalau hujan abu intensitasnya sih rendah, hampir nggak kelihatan, tapi kita nyadarnya setelah lihat jok motor itu," ujarnya.
"Terus saya lihat berita di Bandung juga sudah ada abu vulkanik. Jarak sini dengan Bandung kan dekat," imbuhnya.
Abu Vulkanik Gunung Merapi Mencapai Klaten
Senin, 10 Maret 2014 11:08
Petugas Pos Pengawas Gunung Merapi, Selo, Boyolali, Ahmad Sopari mengatakan, hembusan abu yang keluar dari puncak Merapi terpantau sekitar pukul 06.45 WIB. Hembusan abu tersebut awalnya mencapai ketinggian sekitar 500 meter, namun berangsur hingga mencapai 1.500 meter.
"Gempa hembusan abu di Merapi itu berlangsung sekitar 20 menit. Berdasarkan hasil pemantauan tadi, arah hembusan abu itu mengarah ke sisi barat daya," kaya Sopari ketika dihubungi Liputan6.com, Senin (9/3/2014).
Ia mengaku belum menerima informasi maupun laporan adanya dampak terkait hujan abu di sekitar daerah lereng Merapi. Hanya, saat berlangsung hembusan abu itu juga sedang terjadi hujan gerimis di sekitar Merapi.
"Belum ada yang melaporkan terjadinya hujan abu. Kita masih menunggu adanya laporan itu," tutur dia.
Sementara itu, Koordinator Radio Komunitas Pasag Merapi Sukiman mengakui, dampak dari hembusan abu di puncak itu menyebabkan daerah lereng Merapi di Kemalang, Klaten, terjadi hujan abu tipis. Abu yang turun itu bercampur dengan gerimis yang mengguyur daerah tersebut.
"Hujan abunya tipis. Hujan abu yang bercampur air itu menempel di rumput-rumput," jelas dia.
Sukiman menuturkan, keluarnya abu vulkanik di puncak Merapi menyebabkan warga di sekitar Kemalang keluar rumah untuk melihat kondisi yang terjadi di puncak Merapi.
"Tadi pagi Ketua RT dan RW memukul kentongan untuk mengajak warga keluar rumah melihat Merapi. Setiap ada kejadian di Merapi, kentongan selalu dibunyikan supaya warga keluar rumah untuk melihat Merapi," jelas Sukiman.
Gunung Merapi Lontarkan Pasir, Warga Panik
Kamis, 27 Maret 2014 14:37
"Warga kaget mendengar letusan di puncak Merapi. Mereka keluar rumah langsung berlarian menjauh dari Merapi," kata Koordinator Radio Komunitas Pasak Merapi, Sukiman kepada Liputan6.com di Solo, Jawa Tengah, Kamis (27/3/2014).
Sukiman menuturkan, setelah bunyi letusan, kemudian terjadi hujan kerikil dan hujan pasir selama 20 menit. Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 13.12 WIB. Namun saat ini kondisi Merapi diperkirakan sudah stabil. Hujan air juga sudah mengguyur kawasan puncaknya.
"Hujan pasir itu kelihatannya mengarah ke sisi selatan dan tenggara dan meliputi 3 kecamatan, Kemalang, Musu, dan Cepogoh. Saat ini warga sudah kembali ke rumahnya masing-masing."
Petugas Pos Pengawas Gunung Merapi Ahmad Sopari di Selo, Boyolali mengatakan, aktivitas di puncak Merapi kali ini hanya bisa dipantau melalui alat seismograf. Kabut yang terjadi di puncak menyulitkan pemantauan.
"Secara
visual hembusan yang terjadi di Gunung Merapi tidak bisa dilihat karena
tertutup kabut. Saya hanya bisa melihat adanya embusan dari rekaman seismik dan
suara," kata Sopari.
Ia melanjutkan, "Adanya kabut tersebut menyebabkan petugas pos pengawas tidak bisa memantau arah luncuran hembusan."
Ia melanjutkan, "Adanya kabut tersebut menyebabkan petugas pos pengawas tidak bisa memantau arah luncuran hembusan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar