SOEHARTO
Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto, atau Suharto ( EYD ), atau juga
dikenal sebagai Haji Muhammad Soeharto adalah Presiden Indonesia yang kedua setelah
Seokarno. Ia berkuasa selama 31 tahun ( 21 Maret 1967 – 21 Mei 1998 ) dan menamakan
eranya sendiri sebagai Orde Baru, untuk membedakan dengan era sebelumnya yang
disebut Orde Lama.
Soeharto pertama naik ke kekuasaan pada tanggal 12 Maret 1967 sebagai
Pejabat Sementara Presiden dan dipilih sebagai Presiden pada tanggal 21 Maret
1967 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ( MPRS ). Ia dipilih kembali
menjadi Presiden RI oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) pada tahun
1973, 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998.
Kekuasaannya berakhir setelah mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998,
menyusul demo besar-besaran menuntut reformasi dan berakhirnya kekuasaan Orde
Baru yang dinilai sebagi rezim otoritarian, ditandai dengan terjadinya
Kerusuhan Mei 1998 dan pendudukan gedung DPR/MPR RI oleh ribuan mahasiswa.
Biodata
Kelamin :
Laki-laki
Tempat/Tanggal lahir :
Kemusuk, Yogyakarta, 08 Juni 1921
Agama :
Islam
Alamat Lengkap :
Jl. Cendana No. 08
Menteng
Jakarta Pusat
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Indonesia
Isteri :
Siti Hartinah ( Tien )
Anak :
- Siti Hardijanti Rukmana ( Tutut )
- Sigit Harjojudanto
- Bambang Trihatmodjo
- Siti Hediati Hariyadi ( Titiek )
- Hutomo Mandala Putra ( Tommy )
- Siti Hutami Endang Adiningsih ( Mamiek )
Riwayat Hidup
Latar Belakang
Soeharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, Dia bergabung dengan
pasukan kolonial Belanda, KNIL. Selama Perang Dunia II, dia menjadi komandan
batalion didalam militer yang disponsori oleh Jepang yang dikenal sebagai
tentara PETA ( Pembela tanah Air ).
Setelah proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno pada tahun 1945, pasukannya
bentrok dengan Belanda yang sedang berupaya mendirikan kembali hukum
kolonialisme. Soeharto dikenal luas dalam militer dengan seragam tiba-tibanya
yang menguasai Yogyakarta pada tanggal 01 Maret 1949 ( lihat serangan Umum 01
Maret ) hanya dalam satu hari. Namun gerakan ini cenderung ditafsirkan sebagai simbol perjuangan rakyat
Indonesia terhadap pasukan Belanda. Penggagas sebenarnya dalam serangan ini
adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sebagai raja Yogyakarta, Gubernur Militer
serta Menteri Pertahanan.
Di tahun berikutnya dia bekerjan sebagai pejabat militer di divisi
Diponegoro Jawa Tengah. Pada tahun 1959 dia dituduh terlibat kasus
penyelundupan dan kasusnya hampir dibawa ke pengadilan militer oleh Kolonel
Ahmad Yani. Namun atas saran Jenderal Gatot Subroto saat itu, dia dibebaskan
dan dipindahkan ke Sekolah Staf dan komando Angkatan Darat ( SESKOAD ) di
Bandung Jawa Barat, meskipun menurut koleganya di SESKOAD, Kolonel Hario Kecik
yang akhirnya menjadi Pangdam Mulawarman, Soeharto mengalami konflik pribadi
dengan Kolonel D.I. Panjaitan. Sebelumnya Letkol Soeharto menjadi komandan
penumpasan pemberontakan di Makassar dibawah komando Kolonel Alex Kawilarang di
mana Soeharto mengalami konflik pribadi dengan Kawilarang akibat keteledorannya
sehingga huru-hara meletus kembali ketika Kawilarang melaporkan situasi
Makassar yang dianggap aman kepada Presiden Soekarno di Jakarta.
Pada tahun 1961 dia mencapai pangkat Brigadir Jenderal dan memimpin Komando
Mandala yang bertugas merebut Irian Barat. Sekembalinya dari Indonesia Timur,
Soeharto yang telah naik pangkat menjadi Mayor Jenderal, ditarik ke markas
besar ABRI oleh Jenderal A.H. Nasution. Di pertengahan tahun 1962, Seoharto
diangkat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat ( Kostrad )
hingga tahun 1965.
Pada tahun 1965, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, khususnya Angkatan
Darat mengalami konflik internal, terutama akibat politik Nasakom pada saat itu
sehingga digambarkan pecah menjadi dua faksi, satu sayap kiri dan satu lagi
sayap kanan, dengan Seoharto berada di bagian sayap kanan. Hal terpenting yang
diperoleh Seoharto dari operasi militer ini adalah perkenalannya dengan Kol.
Laut Sudomo, Mayor Ali Murtopo, Kapten Benny Murdani yang kemudian tercatat sebagai
orang-orang terpenting dan strategis di tubuh pemerintahannya kelak.
Naik ke Kekuasaan
Pada pagi hari 01 Oktober 1965, beberapa pasukan pengawal Kepresidenan,
Tjakrabirawa di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung Sutopo bersama pasukan
lain menculikdan membunuh enam orang jenderal. Pada peristiwa itu Jenderal A.H.
Nasution yang menjabat sebagi Menteri Koordinator bidang Hankam dan Kepala Staf
Angkatan Bersenjata berhasil lolos. Satu yang terselamatkan, yang tidak menjadi
target dari percobaan Kudeta adalah Mayor Jenderal Soeharto, meski menjadi
sebuah pertanyaan, apakah Soeharto ini terlibat atau tidak dalam peristiwa yang
dikenal sebagai G 30 S itu. Beberapa sumber mengatakan, Pasukan Tjakrabirawa
yang terlibat itu menyatakan bahwa mereka mencoba menghentikan Kudeta militer
yang didukung CIA yang direncanakan untuk menyingkirkan Presiden Soekarno dari
kekusaan pada ” Hari ABRI ”, 05 Oktober 1965 oleh badan militer yang lebih
dikenal sebagai Dewan Jenderal.
Peristiwa ini segera ditanggapi oleh Mayjen Soeharto untuk segera
mengamankan Jakarta, menurut versi resmi sejarah pada masa Orde Baru, terutama
setelah mendapatkan kabar bahwa Letjen Ahmad Yani, Menteri/Panglima Angkatan
Darat tidak diketahui keberadaannya. Hal
ini sebenarnya berdasarkan kebiasaan yang berlaku di Angkatan Darat bahwa bila
Panglima Angkatan Darat berhalangan hadir, maka Panglima Kostrad yang
menjalankan tugasnya. Tindakan ini diperkuat dengan turunnya Surat Perintah
yang dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret ( Supersemar ) dari Presiden
Soekarno yang memberikan kewenangan dan mandat kepada Soeharto untuk mengambil
segala tindakan untuk memulihkan keamanan dan ketertiban. Langkah yang diambil
Seoharto adalah segera membubarkan Partai Komunis Indonesia ( PKI ) sekalipun
sempat ditentang Presiden Soekarno, penangkapan sejumlah menteri yang diduga
terlibat G 30 S. Tindakan ini menurut pengamat internasioanal dikatakan sebagai
langkah menyingkirkan Angkatan Bersenjata Indonesia yang pro- Soekarno dan
pro-Komunis yang justru dialamatkan kepada Angkatan Udara Republik Indonesia
dimana jajaran pimpinannya khususnya Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara
Omar Dhani yang dinilai pro-Seokarno dan Komunis, dan akhirnya memaksa Soekarno
untuk menyerhakan kekuasaan eksekutif. Tindakan pembersihan dari
unsur-unsurkomunis ( PKI ) membawa tindakan penghukuman mati anggota Partai
Komunis di Indonesia yang menyebabkan pembunuhan sistematis sekitar 500.000 ”
tersangka komunis ”, kebanyakan warga sipil, dan kekerasan terhadap minoroitas
Tionghoa Indonesia. Soeharto dikatakan menerima dukungan CIA dalam penumpasan
komunis. Diplomat Amerika 25 tahun kemudian mengungkapkan bahwa mereka telah
menulis daftar ” operasi komunis ” Indonesia dan telah menyerahkan sebanyak
5.000 nama kepada militer Indonesia. Been Huang, bekas anggota kedutaan politik
AS di Jakarta mengatakan di tahun 1990 bahwa : ” itu merupakan suatu
pertolongan besar bagi Angkatan Bersenjata. Mereka mungkin membunuh banyak
orang, dan saya kemungkinan memiliki banyak darah di tangan saya., tetapi tidak
seburuk itu. Ada saatnya di mana anda harus memukul keras pada saat yang tepat
”. Howard Fenderspiel, ahli Indonesia di State Department’s Bureauof
Intelligence and Research di tahun 1965 : ” Tidak ada yang peduli, selama
mereka adalah komunis, bahwa mereka di bantai. Tidak ada yang bekerja
tentangnya ”. Dia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia dalam rangka
membebaskan sumber daya di militer.
Jenderal Soeharto akhirnya menjabat sebagai Presiden RI setelah
pertanggungjawaban Presiden Soekarno ( NAWAKSARA ) ditolak MPRS pada tahun
1967, kemudian mendirikan apa yang disebut Orde Baru.
Beberapa pengamat politik baik dalam negeri maupun luar negeri mengatakan
bahwa Soeharto membersihkan parlemen dari komunis, menyingkirkan serikat buruh
dan meningkatkan sensor. Dia juga memutuskan hubungan diplomatik dengan
Republik Rakyat Tiongkok dan menjalin hubungan dengan negara barat dan PBB. Dia
menjadi penentu dalam semua keputusan politik.
Jenderal Soeharto dikatakan meningkatkan dana militer dan mendirikan dua
badan intelijen-Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ( Kopkamtib ) dan
Badan Koordinasi IntelijenNasional ( Bakin ). Sekitar 2 juta orang dieksekusi
dalam pembersiha massal dan lebih dari 200.000 ditangkap hanya karena dicurigai
terlibat dalam kudeta. Banyak komunis, tersangka komunis dan yang disebut ”
musuh negara ” dihukum mati ( meskipun beberapa hukuman ditunda samapi 1990 ).
Di duga bahwa daftar tersangka komunis diberikan ke tangan Soeharto ole
CIA. Sebagai tambahan, CIA melacak nama dalam daftar ini ketika rezim Soeharto
mulai mencari mereka. Dukungan yang tidak dibicarakan ini dari Pemerintah
Amerika Serikat untuk rezim Soeharto tetap diam samapi invasi Timor Timur, dan
terus berlangsung samapi akhitr tahun 1990-an. Karena kekayaan sumber daya
alamnya dan populasi konsumen yang besar, Indonesia dihargai sebagai rekan
dagang Amerika Serikat dan begitu juga pengiriman senjata tetapi dipertahankan
ke rezim Soeharto. Ketika Soeharto mengunjungi Washington pada tahun 1995
pejabat administratif Clinton dikutip di New York Times mengatakan bahwa
Soeharto adalah ” orang seperti kita ” orang golongan kita.
Pada tanggal 12 Maret 1967 Soeharto diangkat sebagai Pejabat Presiden
Indonesia oleh MPRS. Pada
tanggal 21 Maret dia resmi terpilh di masa lima tahun pertamanya sebagai
Presiden. Dia secara langsung menunjuk 20 % anggota MPR. Partai Golkar menjadi
partai favorit dan satu-satunya yang diterima oleh pejabat pemerintah.
Indonesia juga menjadi salah satu pendiri ASEAN.
Ekomomi Indonesia benar-benar amburadul di pertengahan 1960-an. Soeharto
pun kemudian meminta nasihat dari tim ekonomi hasil didikan Barat yang banyak
dikenal sebagai “ mafia Berkeley “. Tujuan jangka pendek pemerintahan baru ini adalah
mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai ruoiah, memperoleh hutang luar
negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan mereka tidak
bisa dipungkiri. Peran Sudjono Humardani sebagi asisten finansial besar artinya
dalam pencapaian ini.
Di bidang sosial politi, Soeharto menyerahkan kepada Ali Murtopo sebagai
asisten untuk masalah-masalah politik. Menghilangkan posisi dengan melemahkan
kekuasaan partai politik dilakukan melalui fusi dalam soistem kepartaian.
Meredam Oposisi
Soeharto membangun dan memperluas konsep ” Jalan Tengah ”-nya Jenderal
Nasution menjadi konsep dwifungsi untuk memperoleh dukungan basis teoritis bagi
militer untuk memperluas pengaruhnya melalui pejabat-pejabat pemerintahan,
termasuk cadangan alokasi kursi di parlemen dan pos-pos utama dalam birokrasi
sipil. Peran dwifungsi ini adalah peran militer di bidang politik yang
permanen.
Sepak terjang Ali Murtopo dengan badan inteligennya mulai mengancam Soeharto.
Persaingan antara Ali Murtopo dan Sumitro dipergunakan untuk menyingkirkan Ali.
Namun Sumitro pun segera ditarik dari jabatannya dan kendali Kopkamtib dipegang
langsung oleh Soeharto karena dianggap potensial mengancam. Beberapa bulan
setelah peristiwa Malari sebanyak 12 surat kabar ditutup dan ratusan rakyat
Indonesia termasuk mahasiswa ditangkap dan dipenjarakan.
Pada tahun 1978 untuk mengeliminir gerakan mahasiswa maka segera
diberlakukannya NKK/BKK ( Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan
). Kebijakan ini ditentang keras oleh banyak organisasi mahasiswa. Hubungan
kegiatan mahasiswa dengan pihak kampus hanyalah kepada mereka yang
diperbolehkan pemerintah lewat mekanisme kontrol dekanat dan rektorat.
Mulut pers pun dibungkam dengan lahirnya UU Pokok Pers No. 12 Tahun 1982. UU
ini mengisyaratkan adanya restriksi atau peringatan mengenai isi pemberitaan
ataupun siaran. Organisasi massa yang terbentuk harus memperoleh ijin
pemerintah dengan hanya satu organisasi profesi buatn pemerintah yang
diperbolehkan berdiri. Sehingga organisasi massa tidak lebih dari wayang-wayang
Orde Baru.
Pada tahun 1979-1980 muncul sekelompok purnawirawan perwira tinggi angkatan
bersenjata dan tokoh-tokoh sipil yang dikenal kritis, yang tergabung dalam
Petisi 50, mengeluarkan serial selebaran yang mengeluhkan sikap politik
pemerintah Orde Baru yang menjadikan Angkatan Darat sebagai pendukung
kemenangan Golkar, serta menuntut adanya reformasi politik. Sebagai balasannya,
pemerintah menyekal mereka. Kelompok inipun gagal serta tak pernah mampu tampil
lagi sebagai kelompok oposisi yang efektif terhadap pemerintahan Orde Baru.
Puncak Orde Baru
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi
sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia banyak megangkat teknokrat dan
ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Presiden Soekarno yang cenderung
bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang umumnya berpendidikan barat dan
liberal ( Amerika Serikat )
diangkat adalah lulusan Berkeley sehingga mereka lebih dikenal di dalam klik
ekonomi sebagai Mafia Berkeley di kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan
Indonesia. Pada massanya, Indonesia mendapatkan bantuan ekonomi dan keuangan
dari negara-negara donor ( negara-negara maju ) yang tergabung dalam IGGI yang
disponsori oleh pemerintah Belanda. Namun pada tahun 1992, IGGI dihentikan oleh
pemerintah Indonesia karena dianggap turut campur dalam urusan dalam negeri
Indonesia, khususnya dalam kasus Timor Timur pasca insiden Dili. Peran IGGI ini digantikan oleh lembaga
donor CGI yang disponsori Perancis. Selain itu, Indonesia mendapat bantuan dari
lembaga internasioanal lannya yang berada dibawah PBB seperti UNICEF, UNESCO,
dan WHO. Namun sayangnya, kegagalan manajemen ekonomi yang bertumpu dalam
sistem trickle down effect ( menetes ke bawah ) yang mementingkan pertumbuhan
dan pengelolaan ekonomi pada segelintir kalangan serta buruknya manajemen
ekonomi perdagangan industri dan keuangan ( EKUIN ) pemerintah, membuat
Indonesia akhirnya bergantung pada donor internasional terutama paska krisis
1997. Dalam bidang ekonomi juga, tercatat Indonesia mengalami swasembada beras
pada tahun 1984. Namun prestasi itu ternyata tidak dapat dipertahankan pada
tahun-tahun berikutnya. Kemudian kemajuan ekonomi Indonesia saat itu dianggap
sangat signifikan sehingga Indonesia sempat dimasukan dalam negara yang
mendekati negara-negara industri baru bersama dengan Malaysia, Filipina, dan
Thailand, selain Singapura, Taiwan dan Korea Selatan.
Di bidang politik, Presiden Soeharto melekukan penyatuan partai-partai
politik sehingga pada masa itu dikenal tiga partai politik yakni Partai
Persatuan Pembangunan ( PPP ), Golongan Karya ( Golkar ), dan Partai Demokrasi
Indonesia( PDI ) dalam upanya menyederhanakan kehidupan berpolitik di Indonesia
sebagai akibat dari politik di masa Presiden Soekarno yang menggunakan sistem
multipartai yang berakibat pada jatuh bangunnya kabinet dan dianggap penyebab
mandegnya pembangunan. Kemudian dikeluarkannya UU Politik dan Asas tunggal Pancasila
yang mewarnai kehidupan politik saat itu. Namun dalam perjalanannya, terjadi
ketimpangan dalam kehidupan politik dimana muncullah istilah “ mayoritas
tunggal “ diman Golkar dijadikan partai utama dan mengebirikan dua parpol
lainnya dalam setiap penyelenggaraan Pemilu. Berbagai ketidakpuasan muncul,
namun dapat diredam oleh sistem pada masa itu.
Seiring dengan naiknya taraf pendidikan pada masa pemerintahannya karena
pertumbuhan ekonomi, muncullah berbagai kritik dan ketidakpuasan atas
ketimpangan-ketimpangan dalam pembangunan. Kesenjangan ekonomi, sosial dan
politik memunculkan kalangan yang tidak puas dan menuntut perbaikan. Kemudian
pada masa pemerintahannya, tercatat muncul peristiwa kekerasan di masyarakat
yang umumnya sarat kepentingan politik, selain karena memang ketidakpuasan dari
masyarakat.
Beberapa Catatan Atas Tindakan Represif Orde
Baru
Presiden Soeharto dinilai memulai penekanan
terhadap suku Tionghoa, melarang menggunakan tulisan Tionghoa tertulis
diberbagai material tertulis, dan menutup organisasi Tionghoa karena tuduhan
simpati mereka terhadap komunis.
Pada tahun 1970 Seoharto melarang protes
pelajar setelah demonstrasi yang meluas melawan korupsi. Sebuah komisi
menemukan bahwa korupsi sangat umum. Seoharto menyetujui hanya dua kasus dan
kemudian menutup komisi tesebut. Korupsi kemudian menjadi endemik.
Dia memerintah melalui kontrol militer dan
penyensoran media. Dia menguasai finansial dengan memberikan transaksi mudah
dan monopoli kepada saudara-saudaranya, termasuk enam anaknya. Dia juga terus
memainkan faksi berlainan di militer melawan satu sama lain, dimulai dengan
mendukung kelompok nasionalis dan kemudian mendukung unsur Isalam.
Pada tahun 1973 dia memenangkan jangka lima
tahun berikutnya melalui pemilihan “ electoral college “ dan juga terpilih
kembali pada tahun 1978, 1983, 1988, 1993, dan 1998. Seoeharto mengubah UU
Pemilu dengan mengizinkan hanya tiga partai yang boleh mengikuti pemilihan,
termasuk partainya sendiri, Golkar. Oleh karena itu semua partai Islam yang ada
diharuskan bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan, sementara
partai-partai non Islam ( Katolik dan Protestan ) serta partai-partai
nasioanlis digabungkan menjadi Partai Demokrasi Indonesia.
Pada tahun 1975, dengan persetujuan bahkan permintaan
Amerika Serikat dan Australia, ia memerintahkan pasukan Indonesia untuk memasuki
bekas koloni Portugal Timor Timur setelah Portugal mundur dan gerakan Fretilin
memegang kuasa yang menimbulkan kekacauan di masyarakat Timor Timur sendiri,
serta kekhawatiran Amerika Serikat atas tindakan Fretilin yang menurutnya
mengundang campur tangan Uni Soviet. Kemudian pemerintah prointegrasi dipasang
oleh Indonesia meminta wilayah tersebut berintegrasi denagn Indonesia. Pada
tanggal 15 Juli 1976 Timot Timur menjadi provinsi Timor Timur sampai wilayah
tersebut dialihkan ke administrasi PBB pada tahun 1999.
Korupsi menjadi beban berat pada tahun 1980-an.
Pada tanggal 05 Mei 1980 sebuah kelompok yang kemudian lebih dikenal dengan
nama Petisi 50 menuntut kebebasan politik yang lebih besar. Kelompok ini
terdiri dari anggota militer, politisi, akademik, dan mahasiswa. Media
Indonesia menekan beritanya dan pemerintah menyekal penandatangannya. Setelah
pada tahun 1984 kelompok ini menuduh bahwa Soeharto menciptakan negara satu
partai,beberapa pemimpinnya dipenjarakan.
Catatan hak asasi manusia Soeharto juga semakin
memburuk dari tahun ke tahun. Pada tahun 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi
yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak
asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur. Presiden Amerika Serikat Bill
Clinton mendukungnya.
Pada tahun 1996 Soeharto berusaha menyingkirkan
Megawati Soekarnoputri dari kepemimpinan Partai Demokrasi Indonesia ( PDI ),
salah satu dari tiga partai resmi. Di bulan Juni, pendukung Megawati menduduki
markas besar partai tersebut. Setelah pasukan keamanan menahan mereka,
kerusuhan pecah di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996( peritiwa Sabtu Kelabu )
yang dikenal sebagai ” Peristiwa Kudatuli ” ( Kerusuhan 27 Juli ).
Soeharto Turun Takhta
Pada tahun 1997, menurut Bank Dunia, 20 sampai
30 % dari dana pengembangan Indonesia telah disalah gunakan selama
bertahun-tahun. Krisis finansial Asia di tahun yang sama tidak membawa hal
bagus bagi pemerintahan Presiden Soeharto ketika ia dipaksa meminta pinjaman,
yang juga berarti pemeriksaan menyeluruh dan mendetail dari IMF.
Meskipun sempat menyatakan untuk tidak
dicalonkan kembali sebagai Presiden pada periode 1998- 2003, terutama pada
acara Golongan Karya, Soeharto tetap memastikan ia terpilih kembali oleh
parlemen untuk ketujuh kalinya di Maret 1998. Setelah beberapa demonstrasi,
kerusuhan, tekanan politik dan militer, serta berpuncak pada pendudukan Gedung
DPR/MPR RI, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 untuk
menghindari perpecdan meletusnya ketidakstabilan di Indonesia. Pemerintahan
dilanjutkan oleh Wakil Presiden RI B.J. Habibie.
Dalam pemerintahannya yang berlangsung selama
32 tahun lamanya, telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan termasuk korupsi dan
pelanggaran HAM. Hal ini merupakan salah satu faktor berakhirnya Era Soeharto
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/soeharto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar