Selasa, 11 Februari 2014

CHRISTIAN HADINATA LEGENDA HIDUP BULUTANGKIS INDONESIA



CHRISTIAN HADINATA
LEGENDA HIDUP BULUTANGKIS INDONESIA


Nama Christian Hadinata layak menjadi simbol kekuatan bulutangkis Indonesia. Dia adalah legenda hidup yang berhasil mengukir prestasi internasioanl baik ketika menjadi pemain, pelatih, maupun saat ini sebagai pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia.

Lahir di Purwokerto, 11 Desember 1949, Christian tidak menyangka akan menjadi pebulutangkis handal. Waktu kecil cita-citanya justru menjadi pemain sepakbola. Sebagai keluarga sederhana, Christian merasa bulutangkis adalah olahraga yang mahal. Untik bermain diperlukan raket, senar, sepatu, dan suttlekock. Hal itu belum ditambah dengan biaya menyewa tempat latihan. Sampai lulus SMA di Purwokerto, Christian belum tertarik dengan bulutangkis. Pada hal, saat itu usianya sudah 16 tahun, usia yang cukup tua untuk memulai olahrara sebagai prestasi. Bandingkan misalnya dengan Michael Owen yang sejak balita sudah mulai menendang bola dan sebelum menginjak 17 tahun sudah mulai debut sebagai pemain profesional bersama klub Liverpool. Atau, Wayne Rooney yang bergabung dalam klub Everton di usia 17 tahun telah dipercaya pelatih nasional kesebelasan Inggris Sven Goran Erricson untuk membela The Three Lions.

Setelah lulus SMA, Christian diajak kakak sulungnya tinggal di Bandung. Di sanalah ia dimodali sang kakak untuk bermain bulutangkis, dan ia pun masuk klub Mutiara. Suatu kali ia diajak kakak sulungnya itu ke Jembatan Semanggi ( Jakarta ) untuk melihat Stadion Senayan. Ketika ia ingin mendekat menuju Stadion itu, kakaknya bilang, ” sudah, dari jauh saja, nanti juga engkau akan ke sana ’.

Prestasi emas Christian dicetak pertama kali tahun 1971 sebagai pemain ganda putra dan ganda campuran. Di ganda putra berpasangan dengan Atik Jauhari menjadi juara nasional. Sedangkan diganda campuran menjadi juara Asia berpasangan dengan Retno kustijah.

Selanjutnya, dengan berganti-ganti pasangan, Christian dapat mencapai prestasi terbaik seperti dengan Ade Chandra, menjuarai Asian Games 1978, All England 1972 dan 1973, serta juara dunia 1980. Bersama Boby Ertanto juara di All England 1983 dan Indonesia Terbuka 1981. Bepasangan dengan Imelda Wiguna memenangi All England 1979 dan juara dunia 1980. Main bersama Ivana lie berjaya di Asian Games1982, Indonesia Terbuka 1984, dan Piala Dunia 1985. Sepanjang enam kali memperkuat Tim Piala Thomas ( 1972 – 1986 ), Christian bersama dengan pasangannya ( siapapun dia ) selalu merebut poin. Di ajang beregu itu Christian pernah berjodoh dengan Hadibowo dan Liem Swie King.

Pada tahun 1986 atau dalam usia 37 tahun Christian pensiun sebagai pemain. Usia 37 adalah usiayang cukup tua untuk ukuran atlet bulutangkis. Hanya atlet tertentu yang rajin menjaga penampilan saja mampu bertahan di usia setua itu.

Setelah gantung raket, Christian beralih menjadi pelatih. Ia ingin mewariskan ” tradisinya ” : ” menjadi pemain terbaik ” kepada anak-anak asuhnya. Dari tangannyalah lahir pasangan-pasangan Ricky Achmad Subagdja/Rexy Mainaky, Gunawan/Bambang Suprianto, dan Denny Kantono/ Antonius. Christian juga ikut membentuk Candra Wijaya/Sigit Budiarto, Tony Gunawan/Halim Haryanto, yang dengan kombinasi pasangannya telah merebut emas di Olimpiade 2000dan dua gelar juara dunia, tahun 1997 dan 2001, serta memberi fondasi yang kuat bagi pemain-pemain muda saat ini. Kemenangan Tim Piala Thomas Indonesia bulan Mei 2002 di Guangzhou semakin lengkap saat Chrstian Hadinata melangkah ke podium kehormatan dalam upacara yang khusus digelar baginya. Komposisi Pomp and Circumstances March karya Edward William Elgar ( 1857 – 1934 ) yang mengalun secara megah mengiringi penganugerahan Hall of Fame penghargaan tertinggi di dunia bulutangkis oleh Presiden Federasi Bulutangkis Internasioanl ( IBF ), Korn Dabaransi.

Christian adalah orang Indonesia ketiga penerima penghargaan itu setelah Rudi Hartono, dan Dick Sudirman. Atas penghargaan itu ia bersyukur pada Tuhan karena diberi berkat dan anugerah karena bisa bermain bulutangkis. Itu adalah sebuah proses yang panjang, mulai dari menjadi atlet, pelatih, dan sekarang menjadi pengurus. Ia juga berterimakasih kepada PBSI yang sudah memberikan fasilitas kepadanya untuk menjadi atlet, pelatih lalu menjadi pengurus. Semua itu merupakan tambahan motivasi yang mendorong dalam kariernya. Meskipun telah mencapai prestasi tertnggi, baik sebagai pemain, pelatih, dan kini pengurus, Christian merasa belum sampai pada batas maksimal. Dari segi pribadi, ia belum merasa ” penuh ”( fulfilled ). Justru pada saat ini bulutangkis dalam negeri cenderung dalam penurunan prestasi. Gambaran utuh prestasi itu bukan hanya supremasi di Piala Thomas. Piala Uber belum direbut, Piala Sudirman hanya sekali diraih yaitu di Jakarta tahun 1989. Masih ada gap antara pemin putra dan putri dengan kekuatan yang tidak merata. Ia sebagai bagian yang turut bertanggungjawab di pelatnas mengaku masih tidak puas atas pencapaian saat ini. Semunya masih belum all out. Masih banyak lubang-lubang yang harus dibereskan.

Pribadi Christian dikenal sebagai sosok yang sederhana namun berkemauan keras dan tidak pernah puas. Itu yang membuatnya selalu memaksa diri selalu belajar. Belajar menjadi pelatih yang baik, belajar mengurus organisasi dengan benar, memikirkan konsep pembinaan bulutangkis yang ideal, dan bahkan belajar menghadapi wartawan dan menyampaikan pernyataan dengan lugas dan utuh sehingga tidak ada ruang bagi tumbuhnya spekulasi.

Kesederhanaan itu ditunjukannya dengan lebih mengutamakan pengabdian dan mencetak prestasi ketimbang mencari penghasilan yang lebih menjanjikan secara finansial. Hal itu yang membuatnya dari dulu samapi sekarang tidak tergiur dengan iming-iming melatih di luar negeri. Ia merasa inilah saatnya mengembalikan sesuatu bagi bulutangkis, bagi organisasi PBSI. Karena melalui bulutangkis ia bisa mendapatkan banyak hal. Pengalaman pergi ke luar negeri, menjadi juara, mendapat penghargaan, damn lain-lain. Lalu ia berfikir ” apa yang bisa saya berikan dalam batas-batas kemampuan saya ini ”. Kalau berkiprah di luar negeri, ada rasa tidak nyaman di perasaannya. Ada yang mengatakan, kalau bekerja profesional tidak masalah mau bekerja di luar negeri atau di manapun. Namun, menurut hematnya ada hal-hal lain di luar sekadar profesionalisme. Bisa saja bekerja hebat di Hongkong, di Malaysia, atau dimana pun. Namun semua itu adalah realitas semua baginya. Ketika Piala Thomas berhasil direbut, waktu Hendrawan menjadi juara dunia, perasaan itu sulit digambarkan. Kalau itu bukan bendera Merah Putih yang naik, lalu apa rasanya?

Riwayat Hidup Christian Hadinata

Nama :
Christian Hadinata

Lahir :
Purwokerto, 11 Desember 1949
Isteri :
Yoke Anwar

Anak :
  1. Mario Hadinata ( 20 tahun )
  2. Mariska Hadinata ( 19 tahun )


Prestasi :

1971
Juara nasioanal ganda putra berpasangan dengan Atik Jauhari
Juara Asia ganda campuran berpasangan dengan Retno Kustijah

1972
Juara All England ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra  

1973
Juara All Englang ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra

1978
Juara Asian Games ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra

1979
Juara All England ganda campuran berpasangan dengan Imelda Wiguna

1980
Juara Dunia ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra
Juara Dunia ganda campuran berpasangan dengan Imelda Wiguna

1981
Juara Jepang terbuka ganda putra berpasangan dengan Lius Pongoh
1982
Juara Asian Games ganda campuran berpasangan dengan Ivana Lie

1983
Juara All England ganda putra berpasangan dengan Boby Ertanto
1984
Juara Indonesia Terbuka ganda putra berpasangan dengan Boby Ertanto
Juara Indonesia Terbuka ganda campuran berpasangan dengan Ivana Lie

1985
Juara Piala Dunia ganda campuran berpasangan dengan Ivana Lie

1972 -1986
Memperkuat Tim Piala Thomas selama enam kali dengan berganti-ganti pasangan antara lain dengan Hadibowo dan Liem Swie King

Aktivitas Olahraga :
Pemain bulutangkis Pelatnas
( 1971 – 1986 )
Pelatih
Pengurus PBSI
Direktur Pelatnas PBSI
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar