CHRISTIAN HADINATA
LEGENDA HIDUP BULUTANGKIS
INDONESIA
Nama Christian Hadinata layak menjadi simbol kekuatan bulutangkis Indonesia.
Dia adalah legenda hidup yang berhasil mengukir prestasi internasioanl baik
ketika menjadi pemain, pelatih, maupun saat ini sebagai pengurus Persatuan
Bulutangkis Seluruh Indonesia.
Lahir di Purwokerto, 11 Desember 1949, Christian tidak menyangka akan
menjadi pebulutangkis handal. Waktu kecil cita-citanya justru menjadi pemain
sepakbola. Sebagai keluarga sederhana, Christian merasa bulutangkis adalah
olahraga yang mahal. Untik bermain diperlukan raket, senar, sepatu, dan
suttlekock. Hal itu belum ditambah dengan biaya menyewa tempat latihan. Sampai
lulus SMA di Purwokerto, Christian belum tertarik dengan bulutangkis. Pada hal,
saat itu usianya sudah 16 tahun, usia yang cukup tua untuk memulai olahrara
sebagai prestasi. Bandingkan misalnya dengan Michael Owen yang sejak balita sudah
mulai menendang bola dan sebelum menginjak 17 tahun sudah mulai debut sebagai
pemain profesional bersama klub Liverpool. Atau, Wayne Rooney yang bergabung
dalam klub Everton di usia 17 tahun telah dipercaya pelatih nasional
kesebelasan Inggris Sven Goran Erricson untuk membela The Three Lions.
Setelah lulus SMA, Christian diajak kakak sulungnya tinggal di Bandung. Di
sanalah ia dimodali sang kakak untuk bermain bulutangkis, dan ia pun masuk klub
Mutiara. Suatu kali ia diajak kakak sulungnya itu ke Jembatan Semanggi (
Jakarta ) untuk melihat Stadion Senayan. Ketika ia ingin mendekat menuju
Stadion itu, kakaknya bilang, ” sudah, dari jauh saja, nanti juga engkau akan
ke sana ’.
Prestasi emas Christian dicetak pertama kali tahun 1971 sebagai pemain
ganda putra dan ganda campuran. Di ganda putra berpasangan dengan Atik Jauhari
menjadi juara nasional. Sedangkan diganda campuran menjadi juara Asia
berpasangan dengan Retno kustijah.
Selanjutnya, dengan berganti-ganti pasangan, Christian dapat mencapai
prestasi terbaik seperti dengan Ade Chandra, menjuarai Asian Games 1978, All
England 1972 dan 1973, serta juara dunia 1980. Bersama Boby Ertanto juara di All England 1983 dan
Indonesia Terbuka 1981. Bepasangan dengan Imelda Wiguna memenangi All England
1979 dan juara dunia 1980. Main bersama Ivana lie berjaya di Asian Games1982,
Indonesia Terbuka 1984, dan Piala Dunia 1985. Sepanjang enam kali memperkuat
Tim Piala Thomas ( 1972 – 1986 ), Christian bersama dengan pasangannya (
siapapun dia ) selalu merebut poin. Di ajang beregu itu Christian pernah
berjodoh dengan Hadibowo dan Liem Swie King.
Pada tahun 1986 atau dalam usia 37 tahun Christian pensiun sebagai pemain.
Usia 37 adalah usiayang cukup tua untuk ukuran atlet bulutangkis. Hanya atlet
tertentu yang rajin menjaga penampilan saja mampu bertahan di usia setua itu.
Setelah gantung raket, Christian beralih menjadi pelatih. Ia ingin
mewariskan ” tradisinya ” : ” menjadi pemain terbaik ” kepada anak-anak
asuhnya. Dari tangannyalah lahir pasangan-pasangan Ricky Achmad Subagdja/Rexy
Mainaky, Gunawan/Bambang Suprianto, dan Denny Kantono/ Antonius. Christian juga
ikut membentuk Candra Wijaya/Sigit Budiarto, Tony Gunawan/Halim Haryanto, yang
dengan kombinasi pasangannya telah merebut emas di Olimpiade 2000dan dua gelar
juara dunia, tahun 1997 dan 2001, serta memberi fondasi yang kuat bagi
pemain-pemain muda saat ini. Kemenangan Tim Piala Thomas Indonesia bulan Mei
2002 di Guangzhou semakin lengkap saat Chrstian Hadinata melangkah ke podium
kehormatan dalam upacara yang khusus digelar baginya. Komposisi Pomp and
Circumstances March karya Edward William Elgar ( 1857 – 1934 ) yang mengalun
secara megah mengiringi penganugerahan Hall of Fame penghargaan tertinggi di
dunia bulutangkis oleh Presiden Federasi Bulutangkis Internasioanl ( IBF ),
Korn Dabaransi.
Christian adalah orang Indonesia ketiga penerima penghargaan itu setelah
Rudi Hartono, dan Dick Sudirman. Atas penghargaan itu ia bersyukur pada Tuhan
karena diberi berkat dan anugerah karena bisa bermain bulutangkis. Itu adalah
sebuah proses yang panjang, mulai dari menjadi atlet, pelatih, dan sekarang
menjadi pengurus. Ia juga berterimakasih kepada PBSI yang sudah memberikan
fasilitas kepadanya untuk menjadi atlet, pelatih lalu menjadi pengurus. Semua
itu merupakan tambahan motivasi yang mendorong dalam kariernya. Meskipun telah
mencapai prestasi tertnggi, baik sebagai pemain, pelatih, dan kini pengurus,
Christian merasa belum sampai pada batas maksimal. Dari segi pribadi, ia belum
merasa ” penuh ”( fulfilled ). Justru pada saat ini bulutangkis dalam negeri
cenderung dalam penurunan prestasi. Gambaran utuh prestasi itu bukan hanya
supremasi di Piala Thomas. Piala Uber belum direbut, Piala Sudirman hanya
sekali diraih yaitu di Jakarta tahun 1989. Masih ada gap antara pemin putra dan
putri dengan kekuatan yang tidak merata. Ia sebagai bagian yang turut
bertanggungjawab di pelatnas mengaku masih tidak puas atas pencapaian saat ini.
Semunya masih belum all out. Masih banyak lubang-lubang yang harus dibereskan.
Pribadi Christian dikenal sebagai sosok yang sederhana namun berkemauan
keras dan tidak pernah puas. Itu yang membuatnya selalu memaksa diri selalu
belajar. Belajar menjadi pelatih yang baik, belajar mengurus organisasi dengan
benar, memikirkan konsep pembinaan bulutangkis yang ideal, dan bahkan belajar
menghadapi wartawan dan menyampaikan pernyataan dengan lugas dan utuh sehingga
tidak ada ruang bagi tumbuhnya spekulasi.
Kesederhanaan itu ditunjukannya dengan lebih mengutamakan pengabdian dan
mencetak prestasi ketimbang mencari penghasilan yang lebih menjanjikan secara
finansial. Hal itu yang membuatnya dari dulu samapi sekarang tidak tergiur
dengan iming-iming melatih di luar negeri. Ia merasa inilah saatnya
mengembalikan sesuatu bagi bulutangkis, bagi organisasi PBSI. Karena melalui
bulutangkis ia bisa mendapatkan banyak hal. Pengalaman pergi ke luar negeri,
menjadi juara, mendapat penghargaan, damn lain-lain. Lalu ia berfikir ” apa yang bisa saya berikan
dalam batas-batas kemampuan saya ini ”. Kalau berkiprah di luar negeri, ada
rasa tidak nyaman di perasaannya. Ada yang mengatakan, kalau bekerja
profesional tidak masalah mau bekerja di luar negeri atau di manapun. Namun,
menurut hematnya ada hal-hal lain di luar sekadar profesionalisme. Bisa saja bekerja hebat di Hongkong, di
Malaysia, atau dimana pun. Namun semua itu adalah realitas semua baginya.
Ketika Piala Thomas berhasil direbut, waktu Hendrawan menjadi juara dunia,
perasaan itu sulit digambarkan. Kalau itu bukan bendera Merah Putih yang naik,
lalu apa rasanya?
Riwayat
Hidup Christian Hadinata
Nama :
Christian Hadinata
Lahir :
Purwokerto, 11 Desember 1949
Isteri :
Yoke Anwar
Anak :
- Mario Hadinata ( 20 tahun )
- Mariska Hadinata ( 19 tahun )
Prestasi :
1971
Juara nasioanal ganda putra berpasangan dengan Atik Jauhari
Juara Asia ganda campuran berpasangan dengan Retno Kustijah
1972
Juara All England ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra
1973
Juara All Englang ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra
1978
Juara Asian Games ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra
1979
Juara All England ganda campuran berpasangan dengan Imelda Wiguna
1980
Juara Dunia ganda putra berpasangan dengan Ade Chandra
Juara Dunia ganda campuran berpasangan dengan Imelda Wiguna
1981
Juara Jepang terbuka ganda putra berpasangan dengan Lius Pongoh
1982
Juara Asian Games ganda campuran berpasangan dengan Ivana Lie
1983
Juara All England ganda putra berpasangan dengan Boby Ertanto
1984
Juara Indonesia Terbuka ganda putra berpasangan dengan Boby Ertanto
Juara Indonesia Terbuka ganda campuran berpasangan dengan Ivana Lie
1985
Juara Piala Dunia ganda campuran berpasangan dengan Ivana Lie
1972 -1986
Memperkuat Tim Piala Thomas selama enam kali dengan berganti-ganti pasangan
antara lain dengan Hadibowo dan Liem Swie King
Aktivitas Olahraga :
Pemain bulutangkis Pelatnas
( 1971 – 1986 )
Pelatih
Pengurus PBSI
Direktur Pelatnas PBSI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar