KANCIL MENCURI TIMUN
Pagi itu, udara berhembus sejuk dan matahari mulai
menampakkan diri ketika pak tani mengayunkan langkah kakinya menuju kebun.
Terlihat betapa riang dirinya pagi ini, nampak dari caranya berjalan yang
ringan dan siulan yang tak pernah berhenti. Cangkul yang ia panggulpun
sepertinya sama sekali tidak memberatkan. Demikian pula dengan anjing
kesayangannya yang terus mengikuti dibelakangnya. Setelah berjalan beberapa lama,
sampailah pak tani kekebun yang ditanaminya buah timun, dan betapa kagetnya ia
ketika mendapati tanamannya rusak. Bergegas ia mendekati dan memandang
terheran-heran serta berusaha mengira-ngira siapa yang merusak dan mencuri
timun dikebunnya. Namun heran dan berbagai pertanyaan lain dalam pikirannya
tidaklah berlangsung lama. Segera setelah itu, ia mulai mencabuti pohon timun
yang sudah dicuri buahnya. Ia juga tak lupa membersihkan ladangnya dari timun yang
berceceran. Setelah semua dirasa beres, pak tanipun meninggalkan kebun dengan
tak lupa sebelumnya memetik beberapa buah timun sebagai buah tangan dari
ladang. Sesampainya dirumah, pak tani tidak bisa berhenti berbipir dan
menduga-duga siapa yang telah mencuri timunnya. Namun sekuat apapun ia menduga,
tetap saja tidak bisa menyimpulkan siapa yang mencuri dan merusak ladang
miliknya.
Malam menjelang ketika sang kancil muncul dari
rerimbunan pohon. Ia berjalan congkak menghampiri kebun timun milik pak tani
dimana ia semalam juga telah mencurinya. Kancil sama sekali tidak mempedulikan
betapa banyak tanaman dan daun-daun pohon timun yang rusak oleh injakan
kakinya. Ia berjalan kesana kemari untuk mencari buah timun yang sudah cukup
tua untuk dimakannya. Matanya tajam menatap seluruh areal lahan, demikian juga
dengan hidungnya tak pernah berhenti mengendus. Setelah menemukan timun yang
dicarinya, tanpa basa-basi ia langsung memakannya. Namun, belum sempat habis
timun tersebut dimakan, matanya menangkap timun lain yang lebih menarik
hatinya, demikian seterusnya hingga tidak kurang dari seperempat lahan timun
milik pak tani rusak dibuatnya. Puas dan perut sudah dipenuhi oleh timun
curian, kancil berjalan lunglai karena kekenyangan kemudian pergi menyusuri
gelapnya malam.
Anjing milik pak tani terus mengonggong menandakan pagi
telah tiba. Tak selang beberapa lama, pak tanipun keluar dari rumahnya dengan membawa
peralatan lengkap untuk pergi kekebun. Alangkah kagetnya pak tani melihat apa
yang terjadi. Lagi-lagi didapati, tanaman timun yang sudah siap panen rusak dan
dicuri. Namun kerusakan yang ditimbulkan hari ini jauh lebih besar dari kemarin
pagi. Ia kemudian membersihkan sisa-sisa timun yang dimakan hanya separuh oleh
pencuri serta memotong batang dan daun timun yang rusak diinjak-injak. Setelah
menyelesaikan semua pekerjaanya dikebun, pak tani segera pulang. Dijalan, ia
tak berhenti memikirkan bagaimana cara untuk dapat menangkap pencuri tersebut.
Sore harinya pak tani memutuskan untuk mengintai pencuri
timun miliknya. Malam harinya, ia berjalan sendirian kemudian bersembunyi
dibalik rimbunnya pepohonan dimana ia bisa bisa dengan jelas mengawasi kebun
tanpa diketahui oleh siapapun. Kegelapan sempurna telah menyelimuti bumi ketika
dari kejauhan pak tani melihat sosok mungil berjalan mendekati kebun timun
miliknya. Mata pak tani tak pernah lepas mengawasi mahluk apa gerangan yang
sedang mendekati kebun miliknya. Setelah semakin dekat barulah pak tani tahu
kalau mahluk tersebut adalah seekor Kancil yang memang selama ini terkenal
doyan mencuri. Pak tani hanya menyaksikan dari kejauhan tatkala si Kancil mulai
menjarah ladangnya. Setelah mendapatkan kepastian siapa yang menjadi pencuri timunnya,
pak tani segera beranjak dari tempatnya bersembunyi dengan hati-hati agar tidak
diketahui oleh si Kancil.
Seperti pagi hari sebelumnya, ketika matahari mulai
menyingsing, anjing milik pak tani terus menggonggong untuk membangunkan sang
majikan sekaligus mengajaknya pergi keladang. Pak tani juga muncul tak lama
berselang, namun kali ini ia tidak membawa cangkul sebagai perlengkapan
utamanya. Kini, pak tani keluar dari rumah dengan memegang sebuah golok
panjang, yang tentu saja membuat sang anjing ketakutan karena mengira ia akan
disembelih. Pak tani paham dengan apa yang sedang dialami anjingnya, iapun
memberi isyarat bahwa ia tidak akan melukai sang anjing, hingga iapun kembali
lega tanpa merasa takut. Ternyata, pagi itu pak tani membawa golok untuk
menebang pohon bambu yang tak jauh dari rumahnya untuk dibuat boneka layaknya
manusia. Pak tani kemudian membungkus bambu yang sudah berbentuk seperti kepala,
kaki dan tangan manusia tersebut dengan jerami agar benar-benar mirip dengan
manusia. Tak lupa ia juga memberikan caping yang biasa ia pakai pada kepala
boneka yang baru saja diselesaikannya. Boneka yang memang nampak amat mirip
dengan manusia itu kemudian dibawanya pulang. Sang anjing hanya mengikuti
majikannya tanpa pernah tahu apa yang sedang direncanakan oleh pak tani.
Matahari telah condong jauh kearah barat ketika pak tani
membawa bonekanya keluar. Dibawanya juga sebuah kaleng besar yang belum jelas
apa isinya. Dengan diikuti anjingnya, pak tani membawa boneka tersebut kekebun
timunnya. Berbeda dengan apa yang dilakukannya sehari-hari, sesampainya dikebun
pak tani membuka kaleng yang dibawanya dari rumah yang ternyata berisi lem
kanji. Ia melumuri seluruh bagian boneka yang dibawanya dengan lem tersebut.
Setelah seluruh bagian boneka dilumuri lem, pak tani menempatkan boneka
tersebut tepat dijalan masuk ladangnya. Sang anjing hanya bisa menatap penuh
keheranan dengan apa yang dilakukan majikannya, demikian juga pak tani nampak
sangat serius dengan apa yang dilakukannya kali ini. Setelah semuanya dirasa
cukup, pak tani mengajak anjing setianya untuk meninggalkan ladang tanpa
memungut daun-daun dan buah timun yang berserakan terlebih dahulu.
Remang malam mulai menyelimuti bumi. Saat langit
bertambah pekat, ketika dari sela-sela pohon yang nampak bagai raksasa, muncul
sesosok mungil dari antaranya. Ya,,,, si Kancil, yang beberapa malam terakhir
berhasil mencuri timun pak tani tanpa pernah ketahuan. Seperti biasanya, ia
berjalan dengan penuh percaya diri menuju kebun timun yang tiap malam
disatroninya. Namun, ia merasa ada yang aneh dan tidak seperti malam yang lalu.
Ia melihat ada sosok hitam yang berdiri menghadangnya. Itu kan pak tani, pikirnya. Ia merubah langkah
kakinya menjadi lebih halus dan mengendap-endap. Semakin dekat…….. semakin
dekat, sang Kancil terus memperhatikan benda hitam tersebut dengan seksama.
Tidak ada yang lepas dari perhatiannya. Dan dengan sangat berhati-hati ia
berhasil menyelinap dibelakang boneka tersebut. Sang kancil makin percaya
dengan keberhasilannya. Ia kemudian berjalan mengitari orang-orangan itu yang
ternyata tidak berakasi apa-apa. Rasa percaya diri sang kancil semakin memuncak
melihat hal itu. Ia beranggapan bahwa orang tersebut tidak bisa melihatnya.
Maka ia berjalan mundur beberapa langkah, berlari sekencang-kencangnya,
melompat dan memukul orang-orangan tersebut dan setelah kaki bagian depannya
menyentuh orang-orangan tersebut, ya,,,,, kaki sang Kancil menempel di jerami
yang sebelumnya telah dilumuri lem. Menyaksikan apa yang terjadi, sang Kancil
bertambah marah, ia mengayunkan kaki kiri belakangnya untuk memukul
orang-orangan tersebut. Namun nasib yang dialami kaki belakangnya tidaklah
berbeda jauh dengan kaki depannya. Sekarang ketiga kakinya tertempel ke
orang-orangan sawah tersebut. Sekuat tenaga ia berusaha melepaskan diri,
satu-satunya kaki yang tersisa kemudian ditempelkannya ketubuh orang-orangan
sawah dengan harapan bisa medorong badannya dari cengkaraman boneka tersebut.
Namun harapan tinggal harapan. Ketika kaki terakhirnya menempel di tubuh boneka
jerami, maka semakin ia tidak bisa melepaskan diri. Sang kancil yang panik,
kini berusaha menenangkan diri menunggu datangnya ide agar bisa menyelamatkan
diri. Oh ya…. Aku masih punya moncong, demikian pikirnya. Mungkin dengan
moncong yang dimiliki bisa membantu mendorong tubuhnya agar tidak menempel pada
boneka. Namun, usaha terakhirnya kali ini juga tidak membuahkan hasil yang
menggembirakan. Malah semakin memeperparah posisinya, karena sekarang, seluruh
tubuhnya sudah menempel pada boneka tanpa mau dilepaskan lagi. Sang kancil
hanya pasrah sambil terus-menerus berdoa dan menyesali perbuatannya.
Nyanyian ayam jantan kembali terdengar mengiringi tarian
sang mentari menapaki langit. Pak tanipun telah bangun tidur dan bersiap-siap
untuk pergi keladang. Bersama anjing setianya, mereka berdua menuju ladang. Terlihat
dari kejauhan, ladang timunnya hijau menghampar, yang kini didalamnya terdapat
sebuah orang-orangan sawah. Dilihatnya, orang-orangan sawah tersebut menunjujkkan
keanehan. Hari masih pagi yang tentu saja angin belum begitu kencang, namun
boneka tersebut terlihat selalu bergerak-gerak seolah ada yang menggerakkannya.
Melihat keanehan itu, wajah pak tani berseri-seri. Ia sudah bisa menduga apa
yang membuat boneka itu bergerak-gerak. Ya, pasti si Kancil yang mencuri
timunnya telah terperangkap dalam jebakan yang sudah ia siapkan.
Benar saja, ketika pak tani mendekati boneka tersebut,
terlihatlah sesosok kancil yang telah menempel disana. Badan sang kancil terus
meronta-ronta berusaha melepaskan diri, dan hal itulah yang menyebabkan boneka
terus-menerus bergerak. Pak tani, mendekati sang kancil sambil tersenyum.
Kemudian ia melepaskan sang kancil dari boneka jebakan dan memegangnya
erat-erat. Ia berkata dalam hati, “lumayan bisa buat lauk makan esok hari”.
Hari itu pak tani memutuskan untuk tidak mengurus kebun timunnya. Ia lebih
memilih untuk membawa pulang si Kancil yang telah membuatnya kesal. Ia memberi
isyarat kepada anjingya untuk segera pulang, dan sang anjingpun menurutinya.
Mereka berdua pulang kerumah dengan wajah berseri dan hati yang gembira.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar