Kamis, 24 Mei 2012

Dongeng Merpati dan Semut


MERPATI DAN SEMUT

Siang itu langit kembali mendung. Awan hitam terlihat tebal menyelimuti langit yang semula cerah. Seolah tidak peduli dengan keadaan alam yang tengah terjadi, Kancil terus berjalan sambil menundukkan muka karena malu dengan kekalahan yang diterminanya ketika berlomba lari dengan Keong tempo hari. Ia tak pernah berhenti memikirkan bagaimana cara Keong untuk mengalahkannya.
“Aku telah berhasil mengalahkan hewan buas dan lebih kuat dariku, tapi aku dikalahkan oleh Keong ini sungguh memalukan.”
Terus berpikir dengan kekalahannya tempo hari, tanpa sadar Kancil telah keluar dari hutan. Sekarang ini ia berada di pinggiran sebuah telaga cukup besar yang sebenarnya terletak tidak begitu jauh dari ladang milik Pak Tani. Ditempat itulah Kancil memilih berhenti untuk beristirahat karena hujan rintik-rintik juga sudah mulai turun.
Bersandar pada sebuah batu besar dipinggir telaga, ia merebahkan badan sambil merenungi apa yang sudah menimpa dirinya. Semua dialaminya dalam beberapa waktu belakangan tergambar jelas dalam ingatanya. Namun yang paling mengganjal tentulah kekalahannya dari Keong. Ditempat itu pula Kancil teringat akan nasehat terakhir Keong yang diberikan kepadanya.
Kemenangan yang diraihnya dari Kera, Harimau dan Buaya memang telah menjadikannya lupa diri dan merasa bahwa dialah yang paling hebat hingga menyepelekan Keong yang kemudian berhasil mengalahkannya dalam perlombaan lari tempo hari.
“Apa yang telah dikatakan Keong padaku memang benar adanya. Aku terlalu sombong hingga lupa diri.”
Kancil terus merenungi semua yang sudah menimpanya. Ia merasa sangat bersalah atas kesombongannya terhadap Keong. Ingin ia meminta maaf karena telah menghina dan menyiksanya. Selain kepada Keong, Kancil juga merasa bersalah kepada Kera, Harimau, dan Buaya karena telah menipunya.
“Jangan-jangan Harimau itu mati karena lidahnya terjepit bambu. Jika dia mati siapa yang memimpin hutan ini?” Pikir Kancil.
Rasa bersalah dan lamunan Kancil tiba-tiba berhenti ketika Merpati hulubalang raja tiba-tiba hinggap diatas batu tempatnya bersandar. Kancil merasa ketakutan setengah mati melihat sang Merpati. Pasti Merpati ini ditugaskan oleh sang raja untuk mencarinya, demikian pikir Kancil.
“Kebetulan sekali aku bertemu engkau disini Cil.”
“Engkau mencariku? Ada apa gerangan?”
“Aku mencari semua warga hutan untuk menyampaikan undangan dari sang raja. Beliau meminta semuanya berkumpul.”
“Sang raja kembali mengumpulkan semua warganya?”
“Iya Cil, paduka raja ingin mengumumkan bahwa kekuasaan hutan ini telah kembali kepadanya setelah kematian sang Gajah beberapa waktu lalu.”
Kancil terperangah mendengar berita tentang kematian Gajah yang gagah perkasa.
“Gajah telah meninggal? Bagaiamana bisa? Apakah ia mati ditangan para pemburu?”
“Bukan, sang Gajah mati karena ribuan Semut telah mengeroyoknya.”
Kancil seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana bisa Semut membunuh Gajah? Merpati yang melihat ketidakpercayaan Kancil kemudian menceritakan kejadian bagaimana kesombongan Gajah setelah memegang tampuk kekuasaan dan bertindak semaunya. Karena kecongkakan Gajah itulah ia kemudian bertindak lalai dan menindas para Semut yang dikiranya hewan kecil dan lemah. Tapi ternyat ia salah, karena pada akhirnya seluruh semut bersatu dan berhasil mengalahkan Gajah secara bersama-sama.
“Maka dari itu Cil, jangan mentang-mentang kita kuat maka kita berbuat lalai kepada yang lemah.” Nasehat Merpati pada Kancil.
“Benar sekali apa yang kau katakan. Pada akhirnya kesombongan akan mencelakakan diri kita. Tapi mengapa engkau bisa sampai kesini? Bukankah ini sudah tidak termasuk wilayah hutan?”
“Setiap aku mendapat dari sang raja untuk memanggil warganya, aku selalu mampir kesini. Disini merupakan tempat yagn sangat bersejarah bagiku Cil.”
“Kenapa?”
“Dulu aku pernah hampir saja tewas ditangan seorang pemburu disini kalau saja tidak ada Semut yang menolongku.”
Merpati menatap kosong ketengah telaga. Ia teringat akan pengalaman yang beberapa waktu lalu menimpanya ditempat yang sama.
“Waktu itu, hujan juga turun seperti ini Cil.” Merpati mengawali ceritanya.
Karena hujan yang mulai turun, Merpati memutuskan berhenti untuk mencari tempat perlindungan. Dipilihnya sebatang pohon berdaun lebat yang kiranya dapat dijadikan tempat berteduh. Hujan gerimis turun semakin besar, tatkala Merpati mendengar sayup-sayup teriakan meminta tolong. Ia berusaha mencari siapa yang berteriak membutuhkan pertolongan itu. Tapi matanya yang memang tidak setajam Elang, tidak bisa menemukan siapa yang berteriak itu.
“Tolong, aku tidak bisa berenang.”
Teriakan itu kembali terdengar oleh Merpati. Karena rasa kasihan dan penasaran, ia kemudian turun dari dahan pohon menuju sebuah batu yang berada dipinggiran telaga. Disitu ia memasang telinga dan matanya baik-baik.
“Tolong, aku mohon, aku tidak bisa berenang.”
Sekali lagi teriakan itu terdengar. Ternyata suara itu berasal dari tengah telaga jernih didepannya. Sang Merpati kemudian terbang ketengah telaga untuk melihat siapa yang sedang membutuhkan pertolongan. Ditengah telaga, terlihat olehnya seekor Semut yang sedang terombang-ambing berusaha untuk menepi. Namun karena ia tidak bisa berenang arus air membawanya kembali ketengah telaga.
“Merpati tolong aku, kumohon.” Pinta Semut yang sedang kesusahan tersebut.
“Tunggu disini teman, aku akan segera kembali untuk membantu menolongmu.”
Merpati langsung terbang kearah pohon tempatnya semula berteduh. Dengan paruhnya ia memtuk sebuah daun yang sudah hampir kering yang kemudian dibawanya terbang kembali ketengah telaga. Merpati terbang dengan rendah agar dapat melihat secara jelas keberadaan Semut malang itu. Tepat berada diatas si Semut, Merpati melepaskan daun yang ada diparuhnya.
“Berusahalah untuk naik kedaun itu, angin akan membawamu kepinggir telaga.” Merpati mengarahkan.
Semut dengan sekuat tenaga berusaha berenang untuk menggapai daun yang tidak jauh darinya. Akhirnya dengan usaha yang pantang menyerah, Semut berhasil menggapai daun yang akan menjadi perahunya. Angin yang tidak begitu kencang membawa daun kepinggir telaga. Merpati yang sedari tadi mengawasi, terbang mendekati daun yang mengangkut sang Semut.
“Ayo cepat naik kesini.” Perintah Merpati pada Semut ketika melihatnya sudah benar-benar merapat ditepi telaga.
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya, Semut merayap untuk mendaki tebing telaga yang agak licin karena gerimis. Namun keinginan untuk terus bertahan hidup mebuat semangat dan tenaganya kembali pulih. Dan dengan waktu yang tidak begitu lama, sampailah Semut ketempat yang benar-benar aman.
“Terimakasih sekali Merpati. Kau telah menyelamatkan aku. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas semua ini.”
“Kau tak perlu berterimakasih teman, siapaun pasti akan melakukan hal yang sama seperti apa yang telah aku lakukan. Bagaimana engkau bisa jatuh dan hampir tenggelam ketelaga?”
“Tapi kalau kau tidak ada, aku tidak akan mungkin dapat selamat dan kembali kepada keluargaku. Aku kurang hati-hati ketika berjalan kepinggir telaga, maka dari itu aku terperosok dan jatuh kedalamnya.”
Gerimis turun semakin besar hingga mengakibatkan bulu-bulu sang Merpati mulai nampak basah.
“Maafkan aku teman, aku harus kembali berteduh. Kalau seluruh badanku basah, akan sulit bagiku untuk bisa kembali terbang.”
“Baiklah teman, sekali lagi aku mengucapkan terimakasihku padamu. Aku juga harus segera pulang karena keluargaku pasti telah cemas menunggu kepulanganku. Sampai jumpa lagi teman.”
Kedua sahabat baru itu kemudian berpisah, Merpati kembali ketempatnya berteduh semula dan Semut berjalan menyusuri telaga untuk pulang kesarangnya. Semut kini berjalan dengan lebih hati-hati supaya ia tidak terpeleset dan jatuh kedalam telaga lagi. Dalam perjalanan pulang kesarangnya itulah, sang Semut melihat ada seorang pemburu yang tengah mengarahkan senapannya kearah Merpati yang tengah berlindung di dahan pohon.
Menyadari bahaya yang mengancam Merpati penolongnya itu, ia mempercepat langkah agar bisa segera sampai sedekat mungkin dengan sang pemburu yang bersiap-siap melepaskan tembakan. Pemburu telah mengarahkan senapannya tepat kebadan Merpati dan jari telunjuknyapun sudah menyentuh pelatuk senapan. Tidak membuang waktu, Semut langsung menggigit kuat-kuat kaki pemburu jahat itu. Karena kaget, pemburu menarik pelatuk senapan yang semula sudah tepat mengarah ketubuh Merpati menjadi melenceng jauh.
Suara keras yang ditimbulkan oleh letupan senapan membuat sang Merpati sadar bahwa bahaya telah mengancam. Namun karena kepanikan yang melanda, ia justru malah terbang kearah sang pemburu yang terus menggerutu dan menggaruk-garuk kakinya karena gigitian dari sang Semut.
“Dasar Semut kurang ajar. Dimana kamu? Awas kalau nanti ketemu.” Gerutu sang pemburu.
Rupanya ucapan pemburu ini didengar oleh Merpati yang terbang diatasnya. Sang merpati kini tahu bahwa bidikan senapan dari pemburu itu meleset karena Semut telah menggigit kakinya. Dalam hati, Merpati mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada Semut yang sudah menolongnya itu.
Pemburu yang kecewa karena tidak mendapatkan buruannya kemudian pergi meninggalkan telaga untuk pulang kerumahnya. Merpati yang terus terbang tinggi berputar-putar lalu turun ketika melihat pemburu yang mengincarnya telah jauh meninggalkan tempat itu.
“Semut, dimana kamu?”
“Aku disini Merpati.”
Semut kecil itu kemudian berjalan keluar dari balik daun-daun kering yang berserakan disekitan tempat itu ketika mendengar merpati memanggilnya.
“Kau telah menyelamatkan nyawaku Semut. Sepertinya tidak ada yang pantas untuk menggantikan jasamu padaku ini.”
“Tidak Merpati. Engkau juga telah menyelamatkan aku yang hampir saja tenggelam di telaga. Kalau tidak ada engkau akupun tidak akan bertemu pemburu yang hendak menembakmu itu karena aku sudah tenggelam terlebih dahulu.”
“Semut, biar bagaimanapun kau telah menyelamatkan aku. Aku tetap ingin mengucapkan terimaksihku yang sebesar-besarnya padamu.
“Sama-sama Merpati, engkau juga telah menolongku.”
“Akhirnya kami berdua berpisah ditempat ini, Cil.” Kata Merpati mengahiri ceritanya.
“Sungguh mengharukan ceriamu Merpati. Dan sungguh mulia hati kalian serta betapa indahnya hidup saling tolong-menolong satu dengan lainnya.”
“Benar Cil. Maka dari itu, aku selalu menyempatkan waktuku untuk mengunjungi tempat ini untuk mengenang kembali kebaikan dari Semut yang menyelematkan aku dari pemburu itu.”
Hari sudah menjelang senja dan hujan rintik-rintik sudah mulai reda.
“Sepertinya aku harus kembali kehutan guna melaporkan hasil kerjaku kepada sang raja Cil. Aku tak mau kemalaman dijalan dan sepertinya gerimis sudah mulai reda hingga aku tak perlu takut untuk terbang.”
“Silahkan saja kalau kau ingin melanjutkan perjalananmu kembali Merpati. Aku juga akan mencari tempat menginap malam ini.”
“Baiklah kalau begitu, tapi aku harap kau mau datang ketempat pertemuan yang diadakan oleh sang raja.”
“Aku pasti datang Merpati. Banyak hal yang ingin aku sampaikan kepada sang raja disana.”
“Aku permisi dulu Cil.”
“Hati-hati Merpati, sampai jumpa lagi di istana sang raja.”
Merpati kemudian terbang dan Kancil sendiri juga meninggalkan tempat itu untuk mencari tempat menginap yang bisa melindunginya dari dinginnya malam dan hujan kalau seandainya saja kembali turun malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar